Ketika kita mencoba melupakan kejadian menyakitkan, melupakan orang yang membuat rasa sakit itu, maka sesungguhny kita sedang berusaha menghindari kenyataan tersebut. Lari, pun sama, ketika kita ingin melupakan orang yang pernah kita sayangi, hal-hal indah yang telah berlalu. Maka, sejatinya kita sedang berusaha lari dari kenangan atau sisa kenyataan.
Kabar buruk buat kita semua, mekanisme menyebalkan justru terjadi saat kita berusaha lari menghindar, ingatan tersebut malah memerangkap diri sendiri. Diteriaki disuruh pergi, dia justru mengambang di atas kepala. Dilempar jauh-jauh, dia bagai bumerang kembali menghujanderas. Semakin kuat kita ingin melupakan, malah semakin erat buhul ikatannya.
Bagaimana mengatasinya?
Justru resep terbaik adalah kebalikannya. Logika terbalik. Apa itu? Mulailah dengan perasaan tenteram terhadap diri sendiri. Berdamai. Jangan lari dari kenangan tersebut. Biarkan saja dia hadir, bila perlu peluk erat. Terima dengan senang hati. Bilang ke diri sendiri: "Saya punya masa lalu seperti ini, pernah dekat dengan orang yang menyakitkan itu, saya terima semua kenyataan tersebut. Akan saya ingat dengan lega. Karena saya tahu, besok lusa saya bisa jadi lebih baik-- dan semua orang berhak atas kesempatan memperbaiki diri". Letakkan kenangan tersebut dalam posisi terbaiknya.
Maka, mekanisme menakjubkan akan terjadi. Perlahan tapi pasti, kita justru berhasil mengenyahkan ingatan iu. Pelan tapi pasti, kenangan tersebut justru menjadi tidak penting, biasa-biasa saja. Dan semakin kita terbiasa levelnya sama seperti kita pernah beli bakso depan rumah, hanyut dibawa oleh hal-hal baru yang lebih seru. Ketahuilah racun paling mematikan sekalipun saat dibiasakan, setetes demi setetes dimasukkan dalam tubuh dengan dosis yang tepat, besok lusa jika kita tidak semaput oleh rasun tersebut, kita justru akan kebal. Apalagi kenangan, jelas bis dibiasakan.
Itulah hakikat dari: jika kita ingin melupakan sesuatu atau seseorang, maka justru dengan mengiatnya. Terima seluruh ingatan itu.
0 komentar:
Posting Komentar